Melihat anak tumbuh dan menjadi mandiri tentunya menjadi keinginan setiap orang tua. Dan memang demikianlah satu dari sekian banyak tujuan yang ingin dicapai orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
Membiasakan anak untuk bersikap mandiri sejak usia dini dari hal yang sederhana, seperti misalnya: memakai baju sendiri, mengikat simpul tali sepatu dan berbagai pekerjaan-pekerjaan sederhana di kehidupan sehari-harinya.
Mungkin terdengar mudah, namun seringkali dalam prakteknya pembiasaan ini justru menemui banyak hambatan. Banyak orang tua yang merasa tidak tega atau merasa tidak sabar melihat buah hati yang tidak juga berhasil mengikat simpul tali sepatunya, meskipun sudah berusaha selama beberapa menit. Atau ketika anak Anda menceritakan pertengkarannya dengan teman sebangku, Anda langsung menasehati, lengkap dengan cara pemecahan yang harus dilakukan.
Betul bahwa ketika anak mengalami masalah dalam kehidupan sehari-hari tentunya akan mudah diatasi dengan campur tangan orang tuanya. Namun tentunya, penyelesaian masalah seperti ini tidak akan membantu anak untuk menjadi mandiri. Anak akan mengambil jalan mudah dengan “lari” kepada orang tua ketika mendapatkan masalah. Artinya, anak akan selalu bergantung kepada orang lain, untuk hal-hal yang kecil sekalipun.
Lalu apa yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk membiasakan anak agar tidak cenderung bergantung pada sorang lain, dan dapat mengambil keputusan sendiri? Berikut ini ada beberapa hal sederhana yang dapat Anda terapkan untuk melatih anak menjadi mandiri.
Berikan anak kesempatan untuk memilih
Anak yang sudah terpola pikirannya atau terbiasa menghadapi situasi atau hal-hal yang sudah ditentukan oleh orang lain, akan malas untuk menentukan pilihan sendiri.
Hal yang berbeda ketika anak terbiasa dihadapkan pada beberapa pilihan, maka ia akan terlatih untuk membuat keputusan sendiri bagi dirinya. contoh kasus, ketika akan menentukan menu makan siang, sang ibu memberikan beberapa alternatif masakan, dan memberikan kesempatan pada anak untuk memilihnya.
Demikian juga ketika memilih baju yang akan dikenakan untuk menghadiri undangan pesta perayaan ulang tahun temannya, misalnya.
Ketika anak dibiasakan untuk membuat keputusan – keputusan sendiri sejak dini maka ketika dewasa nanti anak akan dengan mudah untuk menentukan serta memutuskan sendiri hal-hal dalam kehidupannya.
Hargailah usaha anak Anda
Sekecil apapun usaha yang anak Anda berusaha perlihatkan kepada Anda, ketika mengatasi sendiri kesulitan yang ia hadapi, maka hargailah usaha tersebut.
Seringkali orang tua merasa tidak sabar menghadapi anak yang perlu waktu lama untuk membuka sendiri kemasan permen lolipopnya. Terutama ketika ibundanya sedang sibuk menyiapkan masakan di dapur, misalnya.
Untuk itu sebaiknya berikanlah kesempatan untuk si kecil mencoba dan tidak langsung turun tangan untuk membantu membukakannya. Jelaskan juga pada si kecil bahwa untuk membuka kemasan permen lolipop tentu akan lebih mudah kalau menggunakan gunting, misalnya.
Dengan memberinya kesempatan, maka anak akan merasa dihargai atas usaha yang dilakukannnya, sehingga akan menjadi pemacu untuk selalu melakukan hal-hal sederhana seperti itu.
Hindari banyak bertanya pada anak Anda
Mungkin Anda berniat baik dengan menunjukan perhatian kepada anak dengan memberinya banyak pertanyaan, namun hal seperti ini dapat diartikan sebagai sikap yang terlalu banyak ingin tahu. Karena itu sebaiknya jangan menciptakan kesan orang tua cerewet.
Contoh ketika anak baru pulang sekolah tentunya akan merasa tidak nyaman dihujani dengan berbagai pertanyaan, seperti; “Tadi belajar apa saja di sekolah?”, “Seragammu kenapa kotor? Pasti kamu berkelaihi lagi di sekolah!” dan seterusnya.
Sebaliknya, anak akan merasa lebih nyaman dan merasa diterima apabila disambut dengan kalimat pendek : “Halo anak ibu sudah pulang sekolah!” Jadi kalaupun ada hal-hal yang mungkin ingin diceritakan oleh anak Anda maka anak Anda akan menceritakannya pada Anda dengan sendirinya tanpa diminta.
Jangan langsung menjawab pertanyaan
Memberi informasi serta pengetahuan yang benar kepada anak merupakan tugas orang tua, namun sebaiknya orang tua tidak langsung menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
Sebaliknya, Anda dapat memberinya kesempatan pada untuk menjawab pertanyaan tersebut. Anda cukup memberikan koreksi bila anak Anda salah dalam menjawab, dan sebaliknya memberikan reward jika ia menjawab dengan benar. .
Dari hal tersebut maka anak akan terlatih untuk mencari alternatif jawaban dalam memecahkan suatu permasalahan. Misalnya, “Bu, mengapa kita harus mandi pagi dan sore? ”
Berikan kesempatan pada anak untuk menjawab sesuai dengan apa yang anak ketahui. Dengan demikian, anak terlatih untuk tidak lantas begitu saja menerima jawaban orang tua mentah-mentah, yang akan diterima mereka sebagai satu jawaban yang baku.
Dorong anak untuk melihat alternatif
Orang tua bukanlah satu-satunya tempat untuk bertanya untuk mengatasi masalah, ini hal dasar yang sebaiknya ditanamkan pada anak Anda. Ada banyak sumber-sumber lain di luar rumah yang dapat membantu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Untuk itu, orang tua dapat memberitahu anak sumber lain yang tepat untuk dimintakan tolong, untuk mengatasi suatu masalah tertentu.
Dari hal tersebut, anak tidak akan menjadikan orang tua sebagai satu-satunya tempat bergantung ketika menghadapi masalah, yang bukan tidak mungkin kelak justru akan menyulitkan dirinya sendiri . Misalnya, ketika si anak mengeluh pada orang tuanya bahwa sepedanya mengeluarkan bunyi bila dikendarai. Anda dapat memberikan jawaban : “Nanti kita coba periksa ke bengkel sepeda ya.”
Jangan patahkan semangat anak
Banyak orang tua ingin anak terhindar dari rasa kecewa dengan mengatakan “mustahil” terhadap apa yang sedang diupayakan oleh anak. Ketika anak Anda memperlihatkan keinginannya untuk mandiri, dorong ia untuk terus melakukanya.
Jangan sekali-kali mematahkan motivasi atau harapannya mengenai sesuatu yang ingin dicapainya.
Jika anak minta ijin Anda,
“Bu, Dewi mau pulang sekolah ikut mobil antar jemput, bolehkan? ” Tindakan untuk menjawab :
“Wah, kalau Dewi mau naik mobil antar jemput, kan Dewi harus bangun pagi dan sampai di rumah lebih siang. Lebih baik tidak usah dulu, ya”
Jawaban yang demikian itu tentunya akan membuat anak kehilangan motivasi untuk mandiri.
Sebaliknya ibu dapat berkata pada anak;
“Dewi mau naik mobil antar jemput? Wah, sepertinya menyenangkan, ya. Coba Dewi ceritakan pada ibu kenapa Dewi mau naik mobil antar jemput.”
Dengan cara ini, paling tidak anak Anda mengetahui bahwa orang tua sebenarnya mendukung untuk bersikap mandiri. Walaupun pada akhirnya, dengan alasan-alasan yang Anda sampaikan, keinginan anak tersebut belum tentu dapat di penuhi.